REFUGIA UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN
Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi usaha peningkatan produksi pertanian. Sehingga diperlukan usaha untuk mengatasi persoalan tersebut. Usaha yang dimaksudkan di sini adalah sistem pertanian yang ramah terhadap lingkungan dan mampu mewujudkan pertanian yang berkelanjutan. Selama ini pengendalian hama dilakukan menggunakan pestisida kimia, karena dirasa mampu mengendalikan hama dalam tempo yang cepat dan hasilnya terlihat dalam waktu yang tidak lama setelah penyemprotan. Namun penggunaan pestisida kimia ini jika tidak dilakukan secara bijaksana akan menimbulkan berbagai dampak negatif antara lain terjadinya pencemaran lingkungan, menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, terjadinya ledakan hama sekunder dan kematian musuh alami.
Ketidakmampuan pestisida dalam mengendalikan hama juga berdampak negatif dengan memicu ledakan populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Resistensi adalah proses perubahan sensitivitas yang diwariskan dalam populasi hama yang tercermin dalam kegagalan berulang suatu pestisida untuk mengendalikan hama sesuai dengan dosis rekomendasi. Resurgensi wereng cokelat merupakan proses peningkatan populasi setelah aplikasi insektisida dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari yang tidak diaplikasi insektisida. Resurgensi merupakan proses perubahan fisiologi tanaman sehingga lebih disukai oleh hama tertentu, atau ada rangsangan pestisida terhadap hama yang mendukung kelangsungan pada satu atau beberapa fase hidupnya (Baehaki et al., 2016 dalam Amanda, 2017). Seringkali fenomena tersebut memunculkan atau meningkatkan status suatu jenis hama dari bukan hama menjadi hama penting setelah paparan insektisida.
Praktek-praktek penggunaan pestisida kimia secara tidak bijaksana menjadi kebiasan yang umum terjadi pada petani di desa. Kurangnya kesadaran terhadap dampak negatif pestisida kimia dan ketakutan yang berlebih akan kegagalan panen membuat petani menempuh cara-cara instan. Bahkan dosis pemakaian pestisida kimia cenderung meningkat dari musim ke musim karena adanya resistensi hama terhadap bahan aktif pertsisida kimia dan dosisnya. Dalam jangka panjang kebiasaan tersebut akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi dan penurunan daya dukung lahan untuk memberikan pertumbuhan tanaman yang baik karena banyaknya organisme-organisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman ikut terbunuh.
Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia dapat dukurangi dengan cara pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, maksud kata terpadu ini adalah tidak hanya menggunakan satu macam cara saja, tetapi ada tahapan-tahapan sebelum memilih menggunakan pengendalian menggunakan kimia. Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah dengan terelbih dahulu memanfaatkan agen hayati. Pemanfaatan agen hayati ini juga merupakan bentuk dari sistem pertanian berkelanjutan, dengan melihat bahwa di lahan pertanian harus terwujud rantai ekosistem yang baik. Di lahan pertanian ada keseimbangan antara hama dengan musuh-musuh alaminya, sehingga tidak ada serangan hama dan penyakit yang menyebabkan kerugian dalam usahatani. Keberadaan musuh alami organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat melemahkan, mengurangi fase reproduktif sampai membunuh OPT. Musuh-musuh alami dapat dikategorikan menjadi tiga macam ( B.M. Shepard et al, 1987) yaitu :
(1) Predator, Predator merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting sebagai pengendali kehidupan organisme pada tanaman, tiap predator akan memakan banyak mangsa dalam hidupnya. Predator memliki bentuk yang dapat dilihat walaupun kerap kali ada yang masih sulit dibedakan dengan hama yang terdapat di lahan pertanian. Contoh predator adalah : kumbang kubah, laba-laba, kepinding air, belalang sembah. Predator cenderung merupakan pemangsa yang umum dan sering menyerang spesies serangga berguna lainnya. Hal ini terjadi jika jumlah makanan yang tersedia terbatas. Namun pada umumnya predator akan memangsa jenis serangga yang paling melimpah yang dijumpai pada lahan seperti serangga-serangga hama tanaman. Perlu disadari bahwa serangga hama pada jumlah tertentu, selama tidak merugikan secara ekonomis adalah baik untuk memelihara adanya populasi predator, sehingga dapat mencagah ledakan hama yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian secara ekonomi.
(2) Parasit, serangga parasit umumnya memiliki inang yang lebih khas apabila dibandingkan dengan predator. Pada umumnya serangga parasit ukurannya lebih kecil dan sukar untuk dilihat dengan mata, kecuali parasit yang berukuran besar dan berwarna cerah. Parasit memiliki peranan yang penting dalam upaya mengendalikan populasi hama. Bila predator memerlukan beberapa mangsa untuk perkembangannya, umunya parasit hanya memerlukan seekor serangga inang. Parasit meletakkan telur secara berkelompok atau sendiri-sendiri pada tubuh inang, di dalam atau di dekat inang. Bila telur parasit menetas dan menjadi dewasa makan inangnya akan segera mati. Satu jenis hama dapat diserang oleh banyak jenis parasit. Parasit dapat menyerang telur, larva, nimfa, kepompong atau inang dewasa. Parasit bekerja lebih efektif pada saat jumlah inang berlebih. Berbeda dengan predator, parasit tetap dapat menemukan inangnya meskipun tingkat kepadatan inang rendah. Contoh parasit adalah tabuhan (Tetrastichus schoenobii).
(3) Patogen, berbagai jasad renik dapat menyebabkan infeksi dan membunuh hama pada tanaman di lahan pertanian. Kelompok jasad renik utama adalah cendawan, virus dan bakteri. Nematoda dan beberapa organisme lain juga ada yang bersifat demikian. Cendawan sejauh ini adalah patogen yang sangat penting, contoh cendawan yang bermanfaat untuk mengendalikan populasi hama adalah Nomuralea rileyi, Beauveria bassiana.
Musuh alami tersebut harus memiliki ketersediaan pakan dan tempat berlindung agar mampu menjadi faktor penekan perkembangan populasi hama. Melalui pemanfaatan tumbuhan berbunga pada pematang sawah, disebut juga dengan tanaman refugia. Ternyata mampu menekan perkembangan populasi hama. Tanaman refugia dapat dijadikan sebagai tempat perlindungan bagi musuh alami serta sebagai penyedia pakan. Menurut Keppel et al (2012) dalam Amanda (2017) Refugia menjadi mikrohabitat yang menyediakan tempat berlindung scara spasial dan atau temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator atau serangga penyerbuk.
Sebagai penyedia pakan, tanaman refugia mempunyai potensi menyokong mekanisme sistem yang meliputi perbaikan ketersediaan makanan alternatif seperti nektar, serbuk sari, dan embun madu, menyediakan tempat berlindung atau iklim mikro yang digunakan serangga predator untuk bertahan melalui pergantian musim atau berlindung dari faktor-faktor ekstremitas lingkungan atau pestisida; dan menyediakan habitat untuk inang atau mangsa alternatif (Landis et al., 2000 dalam Amanda, 2017).
Kegiatan penanaman tanaman refugia di pematang-pematang sawah merupakan bentuk dari proses memanipulasi habitat. Manipulasi habitat sendiri adalah salah satu program dalam pengelolaan hamaterpadu, dan dapat digunakan bersamaan dengan teknik budidaya yang lain dan menjadi dasar program konservasi agens hayati. Menurut Kurniawati dan Edhi (2015) Tumbuhan atau gulma berbunga yang berperan penting dalam konservasi musuh alami ini umumnya berasal dari famili Umbelliferae, Leguminosae, dan Compositae dan di antaranya adalah kubis (Brassica oleraceae L), bunga matahari (Helianthus annus L), Okra (Abelmoschus esculentus L), basil (Ocimum bassilicum L), terung (Solanum melongena), dan rumput Sudan (Sorghum bicolor). Tanaman lain yang juga dapat dimanfaatkan adalah Phacelia tanacetifolia, Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash), Kangkung Hutan (Ipomoea crasicaulis Rob.), bunga marigold ( Tagetes erecta L.), kacang hias (Arachis pintoi), Brassica kaber, Barbarea vulgaris, Daucus carota, Phacelia tanacetifolia, Fagopyrum esculentum, Anethum graveolens, Vicia faba, Tropaleoleum majus, L. pedunculatus, Lythrum salicaria, Caleopsis pubescens, Stachys palustris, Turnera subulata, Sesamum indicum, Emilia sonchifolia, Impatiens balsamina, Chamalaelum nobile, Crepis vesicara, Jagung (Zea mays), Kacang panjang (Vigna cylindrica), Putri malu (Mimosa pudica), Sawi langit (Vernonia cinereal), Semanggi (Marsilea crenata), Kayambang (Pistia startiotes) dan kenikir (Cosmos sulphureus).
Kenikir merupakan salah satu tanaman refugia yang memiliki keunggulan dalam hal menopang tumbuh dan berkembangnya musuh alami. Berikut keunggulan tanaman kenikir :
(a)Pertama tanaman kenikir bisa menjadi tempat berlindung bagi predator dan parasitoid. Umur tanaman kenikir melebihi umur tanaman pokok, jika ditunjang dengan kondisi lahan yang subur tanaman kenikir bisa tumbuh terus menerus. Mampu tumbuh baik pada tanah yang kekurangan air. Produksi bijinya sangat banyak dan mudah tumbuh apabila kondisi lingkungannya mendukung, terutama bila air cukup/ musim penghujan. Dengan demikian predator dan parasitoid memiliki tempat berlindung sepanjang musim penghujan maupun kemarau. Tanaman kenikir mampu memberikan tempat yang menunjang perkembangbiakan predator dan parasitoid, daunnya lebat dan banyak sehingga bisa menjadi tempat bersembunyi.
(b)Ke dua tanaman kenikir memiliki nektar yang bermanfaat sebagai penyedia makanan alternatif. Nektar juga bermanfaat meningkatkan ketegaran (fitness) predator dan parasitoid. Fungsinya sama seperti suplemen makanan bagi manusia untuk menambah daya tahan tubuh.
(c)Ke tiga bunga kenikir memiliki warna kuning mencolok, warna kuning mencolok ini menarik bagi serangga, sehingga kenikir dapat berfungsi sebagai tanaman perangkap. Predator akan bersembunyi di bunga kenikir, ketika datang hama maka predator tersebut akan memakannya. Konsep menggunakan warna kuning untuk perangkap hama secara umum sudah diterapkan pada perangkap kuning yang di berikan lem
Daftar Pustaka
Amanda, Ulima Darmania. 2017. Pemanfaatan Tanaman Refugia Untuk Mengendalikan Hama Dan Penyakit Tanaman Padi . Buletin IKATAN Volume 7 Nomor 2 (29-45),
Kurniawati , Nia., Edhi Martono. 2015. Peran Tumbuhan Berbunga Sebagai Media Konservasi Artropoda Musuh Alami. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 19, No. 2, (53–59).
Shepard, B.M., A.T. Barrion dan J.A. Litsinger. 1987. Serangga-Serangga , Laba-Laba dan Patogen Yang Membantu. Lembaga Penelitian Padi Internasional. Manila Philippines,
Komentar
Posting Komentar